Thursday, December 1, 2011

Transurethral resection of the prostate (TURP)


Transurethral resection of the prostate (TURP) merupakan standar pembedahan endoskopik untuk Benign Prostat Hypertrophy (pembesaran prostat jinak).  TURP dilakukan dengan cara bedah elektro (electrosurgical) atau metode alternative lain yang bertujuan untuk mengurangi perdarahan, masa rawat inap, dan absorbsi cairan saat operasi.  Metode alternatif ini antara lain vaporization TURP (VaporTode), TURP bipolar, vaporisasi fotoselektif prostat (PVP), dan enuleasi laser holmium serta tidanakan invasive minimal lainnya seperti injeksi alcohol, pemasangan stent prostat, laser koagulasi.


Menurut Agency for Health Care Policy and Research guidelines, indikasi absolut pembedahan pada BPH adalah sebagai berikut :
  1. Retensi urine yang berulang.
  2. Infeksi saluran kemih rekuren akibat pembesaran prostat.
  3. Gross hematuria berulang.
  4. Insufisiensi ginjal akibat obstruksi saluran kemih pada buli.
  5. Kerusakan permanen buli atau kelemahan buli-buli.
  6. Divertikulum yang besar pada buli yang menyebabkan pengosongan buli terganggu akibat pembesaran prostat.
Secara umum pasien dengan gejala LUTS sedang-berat yang tidak berespon terhadap pengobatan dengan alfa-adrenergik bloker dan/atau 5-alfa reduktase blok inhibitor dipertimbangakan untuk menjalani prosedur pembedahan. TURP diindikasikan pada pasien dengan gejala sumbatan saluran kencing menetap dan  progresif akibat pembesaran prostat yang tidak mengalami perbaikan dengan terapi obat-obatan.

Kontraindikasi TURP
TURP merupakan prosedur elektif dan tidak direkomendasian pada pasien tertentu. Hampir semua kontraindikasinya adalah kontraindikasi relatif, berdasarkan kondisi komorbid pasien dan kemampuan pasien dalam menjalani prosedur bedah dan anestesi.  Kontraindikasi relatif antara lain adalah status kardipulmoner yang tidak stabil atau adanya riwayat kelainan perdarahan yang tidak bisa disembuhkan. Pasien yang baru  mengalami infark miokard dan dipasang stent arteri koroner sebaiknya ditunda sampai 3 bulan bila akan dilakukan TURP.

Pasien dengan disfungsi spingter  uretra eksterna seperti pada penderita miastenia gravis, multiple sklerosis,atau Parkinson dan/atau buli yang hipertonik tidak bleh dilakukan TURP karena akan menyebabkan inkontinensia setelah operasi. Demikian pula pada pasien yang mengalami fraktur pelvis mayor yang menyebabkan kerusakan spingter uretra eksterna. TURP akan menyebabkan hilangnya spingter urin internal sehingga pasien secara total akan tergantung pada fungsi otot spingter eksternal untuk tetap kontinen. Jika spingter eksternal rusak, trauma, atau mengalami disfungsi, pasien akan mengalami inkontinesia.

Kontrandikasi yang lain adalah pasien kanker prostat yang baru menjalani radioterapi terutama brachyterapi atau krioterapi dan infeksi saluran kencing yang aktif.

Sumber : emedicine.com

No comments:

Post a Comment